TABAYUN apakah harus dilakukan?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ
فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا
فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang
kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah
(telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada
suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi
menyesal atas perlakuan kalian.
(al-Hujurat : 49:6)
(al-Hujurat : 49:6)
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr menyatakan, ayat ini dilatarbelakangi oleh
suatu kasus sebagaimana diriwayatkan dari banyak jalur. Yang terbaik,
ialah dari Imam Ahmad dalam Musnad-nya, dari jalur kepala suku
Banil-Mushthaliq, yaitu al-Hârits ibnu Dhirâr al-Khuzâ`i, ayah dari
Juwairiyah bintil-Hârits Ummil-Mu`minîn Radhiyallahu anhuma.
Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Kami diberithu oleh Muhammad
ibnu Sâbiq, beliau berkata : aku diberithu ‘Îsâ ibnu Dînâr, beliau
berkata : aku diberithu oleh ayahku, bahwa beliau mendengar langsung
penuturan al-Hârits ibnu Dhirâr al-Khuzâ`i Radhiyallahu anhu :
Al-Hârits mengatakan: “Aku mendatangi Rasûlillâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam . Beliau mengajakku ke dalam Islam, akupun menyetujuinya. Aku
katakan: ‘Wahai, Rasûlullâh. Aku akan pulang untuk mengajak mereka
berislam, juga berzakat. Siapa yang menerima, aku kumpulkan zakatnya,
dan silahkan kirim utusan kepadaku pada saat ini dan itu, agar membawa
zakat yang telah kukumpulkan itu kepadamu’.”
Setelah ia mengumpulkan zakat tersebut dari orang yang menerima
dakwahnya, dan sampailah pula pada tempo yang diinginkan Rasûlillâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ternyata utusan tersebut menahan diri
dan tidak datang. Sementara itu al-Hârits mengira bahwa Allah dan
Rasul-Nya marah, maka ia pun segera mengumpulkan kaumnya yang kaya dan
mengumumkan: “Dulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menentukan waktu untuk memerintahkan utusannya agar mengambil zakat yang
ada padaku, sedangkan menyelisihi janji bukanlah kebiasaan Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak mungkin utusannya ditahan,
kecuali karena adanya kemarahan Allah dan Rasûl-Nya. Maka dari itu, mari
kita mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Sebenarnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengutus
al-Walîd ibnu `Uqbah kepada al-Hârits untuk mengambil zakat tersebut,
tetapi di tengah jalan, al-Walîd ketakutan, sehingga ia pun kembalilah
kepada Rasûlillâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembari mengatakan:
“Wahai, Rasûlallâh! Al-Hârits menolak menyerahkan zakatnya, bahkan
hendak membunuhku,” maka marahlah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu mengutus pasukan kepada al-Hârits. Sementara itu, al-Hârits
telah berangkat bersama kaumnya.
Tatkala pasukan berangkat dan meninggalkan Madinah, bertemulah al-Hârits dengan mereka, kemudian terjadilah dialog:
Pasukan itu berkata: “Ini dia al-Hârits”.
Setelah al-Hârits mengenali mereka, ia pun berkata: “Kepada siapa kalian diutus?”
Mereka menjawab: “Kepadamu”.
Dia bertanya: “Untuk apa?”
Setelah al-Hârits mengenali mereka, ia pun berkata: “Kepada siapa kalian diutus?”
Mereka menjawab: “Kepadamu”.
Dia bertanya: “Untuk apa?”
Mereka menjawab: “Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengutus al-Walîd ibnu `Uqbah, dan ia melaporkan bahwa
engkau menolak membayar zakat, bahkan ingin membunuhnya”.
Al-Hârits menyahut: “Tidak benar itu. Demi Allah yang telah mengutus
Muhammad dengan sesungguhnya; aku tidak pernah melihatnya sama sekali,
apalagi datang kepadaku”.
Setelah al-Hârits menghadap, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya: “(Benarkah) engkau menolak membayar zakat dan bahkan ingin
membunuh utusanku?”
Al-Hârits menjawab: “Itu tidak benar. Demi Allah yang mengutusmu
dengan sesungguhnya, aku tidak pernah melihatnya dan tidak pula datang
kepadaku. Juga, tidaklah aku berangkat kecuali setelah nyata
ketidakhadiran utusanmu. Aku justru khawatir jika ia tidak datang karena
adanya kemarahan Allah dan Rasul-Nya yang lalu,
Komentar
Posting Komentar